Desa Sawal merupakan salah satu desa yang memiliki sejarah panjang yang erat kaitannya dengan perkembangan budaya dan masyarakat di wilayahnya. Konon, nama "Sawal" berasal dari kata dalam bahasa Sunda kuno yang berarti "tempat teduh" atau "lindungan", karena letaknya yang berada di daerah pegunungan atau perbukitan, serta banyaknya pohon besar yang tumbuh di masa lampau.
Desa ini diperkirakan mulai dihuni pada abad ke-17 oleh para leluhur yang datang dari daerah lain di Tanah Sunda. Mereka membuka lahan pertanian dan membentuk permukiman kecil. Seiring waktu, desa ini berkembang menjadi pusat kegiatan agraris, dengan mata pencaharian utama masyarakatnya adalah bertani, berkebun, dan beternak.
Pada masa penjajahan Belanda, Desa Sawal termasuk ke dalam wilayah administratif yang diawasi langsung oleh pemerintah kolonial melalui sistem tanam paksa. Beberapa peninggalan masa kolonial masih bisa ditemukan hingga kini, seperti bangunan tua atau sistem irigasi kuno.
Setelah Indonesia merdeka, Desa Sawal mengalami perkembangan pesat baik dari segi infrastruktur, pendidikan, maupun sosial budaya. Pemerintah desa bersama masyarakat terus melestarikan nilai-nilai tradisi dan budaya lokal, termasuk seni tari, upacara adat, dan gotong royong yang masih hidup hingga kini.